
“Mereka menenteng senjata, mereka menembak rakyat, tapi kemudian bersembunyi di balik keteng kekuasaan....
Apakah akan kita biarkan orang-orang itu tetap gagah..??
Mereka harus bertanggung jawab, sampai detik manapun..!!”
Itu adalah sekelumit dari orasi Munir Said Thalib, sebelum beberapa minggu dia meninggal.
Hingga tahun ke lima kematiannya, sampai saat ini masih menyisakan misteri.
Kenapa, mengapa, alasan apa, seorang Munir kemudian mati secara mendadak, dan kemudian diketahui bahwa kematianya disebabkan oleh racun Arsenic dalam kadar tinggi.
Yang kemudian diketahui belakangan, bahwa kematian Munir sengaja atau direncanakan oleh berbagai pihak yang tidak senang atas aktivitasnya.
Untuk masalah kemudian Munir dibunuh karena aktivitasnya sebagain banyak mungkin sudah mengetahuinya, hanya ada hal yang menarik dari fenomena icon semisal Munir ini. Ketika beberapa minggu lalu saya melihat gambar wajah Munir terpampang dalam sablonan kaos di sebuah FO yang cukup besar di Bandung, lengkap dengan alat patung peraga yang didandani ala model.
Saya jadi teringat dengan icon Ernesto Che Guevara tokoh Revolusioner legendaris abad XX. Dia jadi icon revolusi yang potretnya melekat di kaos oblong, poster, pin, dan aksesori lainnya. Kalimat "Hasta la victoria siempre!" yang ditulisnya kepada Castro saat meninggalkan Kuba telah menjadi salam heroik anak-anak muda.
Ada pengalaman lucu, ketika suatu saat saya menghadiri pagelaran musik Underground di Bandung, ketika salah satu kelompok musik tampil dan beberapa personelnya memakai kaos bergambar Che Guevara, teman saya bertanya ”Che Guevara itu, vokalis band apa ya..?”
Begitupun dengan gambar Munir, ada yang pernah bertanya ”itu fotonya Ucok ya..??” (Ucok adalah Vokalis Band HipHop Underground ”Homicide” yang melegenda dan Cukup kontroversial di Bandung)
Karena Band ini pernah membuat aksesoris yang bergambar Munir, juga beberapa karyanya yang memang diperuntukkan untuk almarhum Munir.
Ada kecenderungan sepertinya ketika Ikon-ikon dipakai dan otomatis si pemakai merasa dirinya menyatu dengan Ikon yang dipakainya.
Tanpa Sadar si pemakai telah masuk ”perangkap” tak-tik marketing dari si produsen, yang mungkin berlawanan dengan esensi dari Ikon yang dipakainya.
Bukan berarti di sini saya mau mengatakan, jangan memakai ikon-ikon semisal Che Guevara ataupun Munir.
Hanya sungguh sayang ketika memakai Ikon tadi kita lupa esensi dari orientasi perjuangannya itu sendiri.
Kalau kita berbicara tentang seorang Munir, juga tidak bisa dilepaskan berbicara tentang apa yang pernah ia perjuangkan semasa hidupnya, perjungan tentang penegakan Hak Asasi Manusia.
Sampai saat dia meninggal, ada beberapa kasus yang masih menjadi PR bagi penegakan Hak Asasi Manusia di Negeri ini.
Kaitannya dengan bagaimana Munir mencoba membongkar pelanggaran HAM masa lalu, seperti kasus 65, Tanjung Priok, Talangsari, Penembakan Misterius, dll.
Atas keberanian dia bersikap membongkar kasus-kasus itu ditengah masih kuatnya Militeisme di negeri ini tidak ayal banyak teror-teror yang dia terima.
Dari pengklaiman seorang Yahudi, atau seorang Komunis sekalipun.
Kembali tadi tentang masalah Hak Asasi Manusia, Tentu kalau kita juga berbicara masalah Hak Asasi Manusia, adalah masalah Universal, yaitu hak-hak kodrati setiap manusia.
Seperti hak untuk hidup layak, hak untuk tidak mendapatkan penyiksaan, hak untuk tidak terdiskriminasi, dll.
Terlau panjang mungkin ketika harus memaparkan tentang sejarah Hak Asasi Manusia itu sendiri, tapi setidaknya deklarasi HAM yang dicetuskan di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948, tidak berlebihan jika dikatakan sebagai puncak peradaban umat manusia setelah dunia mengalami malapetaka akibat kekejaman yang dilakukan negara-negara Fasis dan Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.
Deklarasi HAM sedunia itu mengandung makna ganda, baik ke luar (antar negara-negara) maupun ke dalam (antar negara-bangsa), berlaku bagi semua bangsa dan pemerintahan di negara-negaranya masing-masing.
Makna ke luar adalah berupa komitmen untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan antar negara-bangsa, agar terhindar dan tidak terjerumus lagi dalam malapetaka peperangan yang dapat menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan. Sedangkan makna ke dalam, mengandung pengertian bahwa Deklarasi HAM sedunia itu harus senantiasa menjadi ”pengayom” untuk rakyat dari masing-masing negara dalam menilai setiap kebijakan yang dikelauarkan oleh pemerintahnya.
Mungkin itu pandangan yang terlalu umum ”Eropa/Amerika” sentris.
Bagaiamana kita juga bisa melihat bahwa pada dasarnya Hak Asasi Manusia juga menjadi pedoman dari setiap agama yang ada.
Kita mengenal konsep Islam dengan Rahmatallilalamin(rahmat untuk semua alam), atau konsep Katolik dengan kasih sayangnya, ada lagi Budha dengan Welas asihnya, dll
Apa yang dilakukan Munir saat itu juga tidak jauh dari apa yang diuraikan diatas, dia mencoba membongkar kejahatan militeristik di Negeri ini yang selalu berlindung di balik tameng kekuasaan.
Pertanyaanya kemudian adalah, apakah menjadi semacam pembenaran ketika membunuh, menyiksa, menculik sah dilakukan kalau atas nama Negara?
Bukankah pemaksaan Ideologi Tunggal juga bagian dari pelanggaran Hak Asasi Manusia?
Bukankah munculnya kiri dan kanan pasti akan selalu terjadi dalam ranah politik di Negeri ini?
Bukankah Hak Asasi Manusia bukan milik dominasi gerakan kiri ataupun kanan?
Bukankah pelanggaran Hak Asasi manusia juga dilakukan oleh gerakan kiri dan kanan di negeri ini?
Bukankah sejarah negeri ini sampai sekarang, adalah sejarah pelanggaran Hak Asasi Manusia, siapapun rezimnya?
Dan, siapa yang bisa membantah itu...????
Bukankah, perjuangan Hak Asasi Manusia tidak akan berhenti, hanya karena Munir mati..???
Alih-alih perjuangan HAM seperti sudah dilakukan, ketika memakai icon Munir di kaos oblong ataupun mengutip pernyataan Munir, takut-takut hanya akan berhenti pada simbolisasi, lebih parah menjadi mitos.
Kalau itu yang terjadi, kita kalah untuk kesekian kali.
Salam....
Husni K Efendi (Humas Internal JRK)