Foto saya
Sekretariat;
Jl. Bonang No.1A,Menteng
Jakarta Pusat 10320
Tlp : 021 31931181 / 021 44553543
Fax : 021 3913473
E-mail: Jrki@cbn.net.id

Senin, 30 Maret 2009

Perlindungan Bagi Nur Kecil Dan Teman-teman Senasib

(sumber foto:flickr.com)

Nur kecil terkejut melihatku menunggu bis kota pada suatu malam di perempatan Senen. Akhirnya kami bisa bertemu muka setelah seringkali hanya suaranya yang menyapaku sore atau malam hari di telepon rumahku. ’Nur... malam begini belum pulang?’ sapaku saat ia mendekat. ’Eh, Oma, apa kabar? Iya, Ma... aku kan biasanya pulang kalo udah dapet duit banyak. Ini baru keluar jam enam lewat. Aku kan pulang sekolah jam 6 sore!’ Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam.



Nur kecil adalah nama panggilan dari Nurhayati, seorang anak perempuan kecil yang baru berusia 11 tahun. Tubuhnya yang kurus kecil menyerupai anak usia 8 tahun. Ia tinggal di wilayah Pedongkelan, persis terpisah dengan saluran air danau Ria Rio yang membelah wilayah yang sudah tergusur dan yang tersisa. Ia tinggal bersama ibu dan 3 orang saudaranya; 1 orang kakak dan 2 orang adik. Sudah sejak usia sekolah, ia bekerja sebagai pengamen. Ibunya tidak bekerja karena harus mengurus adik laki-lakinya, Wendy, yang sudah lama menderita polio dan keterbelakangan mental. Bapaknya pergi entah kemana. Kakaknya dulu sempat mengamen, tapi kini lebih banyak di rumah membantu mengurus keluarga. Tinggallah Nur kecil yang pada akhirnya harus menjadi tulang punggung keluarga. Wilayah kerjanya yang dulu hanya seputar terminal Pulo Gadung sampai pusat perbelanjaan ITC Cempaka Mas, kini melebar hingga daerah Sabang, Jakarta Pusat. Sendirian ia bekerja hingga jauh malam ditemani gitar kecil dan tasnya.

Fenomena Anak Jalanan

Anak turun ke jalan lebih karena situasi yang memaksa mereka untuk turun dan bekerja di jalan. Hidup dan bekerja di jalan, membuat diri mereka terbuka akan problem perlindungan dan kesejahteraan dari orang tua dalam keluarga. Anak-anak yang hidup di jalan menjadi terasing dari masalah kesehatan dan gizi, perlindungan orang dewasa, maupun kesempatan untuk mendapatkan hak mereka dalam bermain dan belajar. Keadaan yang membuat mereka turun ke jalan biasanya terjadi karena desakan ekonomi yang tidak memadai dalam keluarga sehingga anak terpaksa bekerja mencari nafkah di jalan (children in the street), baik sebagai pengamen, pedagang asongan, tukang semir sepatu, penjual koran, dan lain-lain. Hal lain terjadi karena tekanan psikologis anak dalam keluarga yang membuat mereka memilih untuk hidup di jalan (children of the street).


Situasi Kerja Anak Jalanan


Situasi kota besar Jakarta, apalagi di malam hari bagi anak jalanan atau pun seorang Nur, pengamen cilik tentu riskan. Saat masyarakat kota pulang ke rumah, berkumpul dan lelap bersama keluarga, seperti halnya induk dan anak-anak ayam yang mengais makanan di siang hari dan kembali ke sarang, lelap bersama pada malam hari, anak-anak jalanan justru merubuhkan kebiasaan itu demi memenuhi kebutuhan keluarga. Situasi ini membahayakan, mengingat anak-anak merupakan kelompok usia yang masih membutuhkan perlindungan orang dewasa atau pun orang tua. Pemerintah bertanggungjawab untuk melindungi anak-anak dari tindakan yang membahayakan, seperti halnya tertuang dalam pasal 21 dan 22 UU RI no.23/ 2002 tentang perlindungan anak, dimana pemerintah menjamin dan menghormati hak asasi setiap anak serta wajib dan bertanggungjawab dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

Beberapa Dampak dari Situasi Kerja Anak Jalanan

1. Tekanan psikologis dari beban pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga
Nur kecil yang akhirnya mesti menjadi tulang punggung keluarga, terpaksa harus bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Suatu ketika, saat pertemuan kami di atas bis di terminal bus Pulo Gadung, ia sempat berujar bila uang yang diperoleh belum banyak, ia belum berani pulang karena takut akan tindak kekerasan verbal dan fisik yang dilakukan oleh Ibunya.
Tekanan psikologis dialami anak-anak ketika harus menghadapi orang dewasa atau orang tuanya sendiri untuk memenuhi harapan dan keinginan orang tua dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Seringkali hal ini diikuti dengan tindakan kekerasan baik fisik maupun verbal. Kekerasan fisik dan verbal bisa mereka peroleh dalam pekerjaan atau pun dalam lingkungan keluarga sendiri.
Saat Nur kecil memaksa orang tuanya untuk tetap bersekolah, beban ganda untuk mencukupi kebutuhan sekolah dan rumah tentu kian terasa berat. Keinginannya untuk dapat memperoleh waktunya sendiri, baik untuk bermain maupun untuk belajar menjadi langka.
Beban ekonomi dan psikologis yang mesti ditanggung menjadi tidak adil dibanding anak-anak yang memiliki orang tua lengkap yang dapat memberi kesejahteraan, perlindungan, dan mencintai mereka. Ada banyak teman Nur kecil lainnya yang tentu memimpikan atau bahkan tak pernah menyadari adanya kehidupan yang lebih baik dan normal dalam keluarga. Mereka yang terlahir di jalan karena nasib, mungkin tak pernah menyadari bahwa keadaan ini mestinya menjadi perhatian kita bersama, yang tertuang dalam UU RI no. 4/ 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

2. Tindak Kriminalitas
Anak-anak merupakan korban yang rentan akan tindak kriminalitas, seperti pemalakan, penculikan, pelecehan seksual, kecelakaan lalu lintas, dan lain-lain. Bagi Nur kecil, seorang anak perempuan jalanan, tindak kriminalitas dalam pelecehan seksual, pemerkosaan, penculikan atau pemaksaan untuk masuk ke dunia prostitusi menjadi semakin terbuka. Dalam hasil penelitian Pusat Studi Wanita Universitas Diponegoro (Undip), Semarang, 2003, menunjukkan, ada sekitar 28 persen anak perempuan di jalanan mengalami kasus pelecehan seksual, pemerkosaan, penjerumusan ke prostitusi, pembuatan pornografi, serta diperdagangkan untuk keperluan kepuasan seksual.

3. Masalah Kesehatan
Jalan raya di kota-kota besar, terutama Jakarta memiliki pengaruh buruk bagi anak sebagai generasi penerus bangsa. Dari hasil penelitian Pusat Penelitian Kesehatan UI 2001, ada 35 persen anak-anak dari sampel yang diambil di wilayah Jakarta, memiliki kandungan timbal dalam darah di ambang batas normal. Kondisi ini berpengaruh pada terhambatnya tumbuh kembang anak, seperti masalah anemia, pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak. Padahal pencemaran timbal terbesar berasal dari udara, yaitu 85 persen. Penelitian berlanjut pada 2004 menunjukkan adanya peningkatan dari hasil penelitian 2001, khususnya di wilayah Jakarta Selatan yang setara dengan wilayah Jakarta Barat dan Jakarta Utara pada 2001 yang memiliki tingkat pencemaran udara yang cukup tinggi. Anak manapun yang sehari-hari menghirup udara jalan raya kota Jakarta tentu potensial mengidap racun dan efek dari timbal.

Kesimpulan

Masa kanak-kanak yang indah ceria, bebas bermain dan memiliki banyak teman, belum tentu bisa dirasakan oleh anak-anak jalanan. Situasi kerja yang riskan dan rentan akan bahaya, tidak memungkinkan mereka untuk bebas menjalani masa kanak-kanak. Bahaya tindak kriminalitas dan kesehatan tentu tidak mudah dihadapi oleh anak-anak jalanan. Belum lagi beban tanggungjawab yang mesti mereka pikul karena orang tua tidak dapat memberi nafkah untuk keluarga. Bagi anak-anak dalam keluarga dengan kategori tidak mampu secara ekonomi, ia sendiri dianggap sebagai aset keluarga. Yang terjadi adalah eksploitasi anak oleh orang dewasa, yang mestinya ia sendiri tidak berhak untuk mengemban tanggungjawab. Dalam UU RI no.4/ 1979 tentang kesejahteraan anak, pemerintah sadar bahwa pemeliharaan kesejahteraan anak belum dapat dilaksanakan oleh anak sendiri. Oleh karena itu, pemerintah, orang tua, dan pihak-pihak yang berperan wajib memelihara dan memberi perlindungan, seperti tercantum dalam bab III dan bab IV UU RI no.4/ 1979 tentang tanggung jawab orang tua terhadap kesejahteraan anak dan usaha kesejahteraan anak dari pemerintah dan pihak-pihak yang berperan.

Ada banyak pengamen dan pengemis cilik yang masih bekerja hingga jauh malam seperti halnya Nur kecil, tidak menyadari bahaya kesehatan yang lambat laun merusak tumbuh kembangnya. Demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga, mereka terus berjuang di jalan. Jika hal ini terus dibiarkan, bagaimana nasib generasi penerus bangsa kemudian?


Jakarta, 26 Maret 2009


Debby, Kadiv Pendataan & Investigasi JRK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar