Foto saya
Sekretariat;
Jl. Bonang No.1A,Menteng
Jakarta Pusat 10320
Tlp : 021 31931181 / 021 44553543
Fax : 021 3913473
E-mail: Jrki@cbn.net.id

Minggu, 22 Maret 2009

Tentang Anak Pinggiran, Laskar Pelangi, Dan Slumdog Millionaire


Fenomena suksenya film laskar Pelangi beberapa bulan yang lalu diangkat dari novel laris Andrea Hirata dengan judul yang sama menelisik fakta anak miskin di Belitung tahun 1970-an, realita tentang ketimpangan dunia pendidikan


Begitu antusias masyrakat Indonesia membaca novel atau menonton film Laskar pelangi tersebut, sampai Presiden Republik Negeri ini tidak ketinggalan untuk menonton.
Dari sebuah pemberitaan surat kabar Nasional, seorang Susilo Bambang Yudhoyono pun sampai perlu mempromosikan film ini.

Juga berbagai penghargaan film yang diraih sampai dari Departemen Pendidikan Nasional sendiripun, tidak mau ketinggalan untuk memberikan penghargaan.

Fenomena lain baru-baru ini adalah, kemunculan film Slumdog Millionaire, film garapan sutradara Inggris Danny Boyle & Loveleen Tandan, yang mengambil setting keseluruhan film di India dan bercerita tentang “anak jalanan India” dari kawasan kumuh Mumbai sampai saat ia dewasa dan mengikuti Kuis "Who Wants To Be A Millonaire"dan memenangkannya.
Jamal Malik seorang anak laki-laki kecil tersebut, dengan pengalaman harus melihat ibunya tewas ketika sempat belum dewasa dalam perang saudara di India waktu itu.
Film ini menceritakan kehidupan Jamal Malik secara flashback dimulai dari kehidupan masa kecilnya yang tragis.
Tidak kalah dari laskar pelangi, film ini menyabet piala Oscar.
Seolah kalau menyaksikan kedua film tersebut, kita dibawa dalam alam menyedihkan yang berakhir menyenangkan.
Sayangnya realita di sekitar kita tentang dunia pendidikan ataupun anak jalanan tidak sedemikian halnya seindah dalam film tadi.
Kita bisa menengok dimana kenyataan, anak pinggiran yang terus ingin mengenyam pendidikan walupun sampai harus belajar di bawah kolong tol dan terancam digusur pemerintah kota setempat, (Kompas 12 Februari 2009, Pencerdasan anak Bangsa di bawah kolong Tol)

Pendidikan taman kanak-kanak dengan nama Tunas Bangsa Anak Kolong (TBAK), yang terletak Kampung Baru, Kubur Koja, Penjaringan, Jakarta Utara, persis di bawah kolong jembatan tol Pluit.
Sekolah yang sudah berdiri lebih dari 10 tahun, dengan ancaman gusuran setiap saat masih terus bertahan walaupun tidak jauh dari tempat itu terpampang papan pengumuman:

“Dilarang keras masuk/memanfaatkan lahan rumija tol layang, sesuai dengan UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, Perda Nomor 11 Tahun 1988 tentang Ketertiban Umum. Sanksi: Pasal 63 UU Nomor 38 Tahun 2004 dihukum 18 bulan penjara dan denda 1,5 miliar rupiah, Bongkar bangunan tanpa ganti rugi".

Di sisi lain musim kampanye setiap partai satu paket dengan caleg dan capresnya seperti tak henti-hentinya berkampanye tentang kesejahteraan, pendidikan murah, dll
Rasa-rasanya mungkin itu tetap terus diperlihara supaya dalam kampanye partai-partai tadi tidak kehilangan bahan orasi politik.Semoga saya salah.
Dan kapan kisah tadi berakhir menyenangkan ala film-film tadi?

Salam..

Husni K Efendi, Staf Humas JRK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar